Dari Keraguan ke Keyakinan: Perjalananku Mendaftar S2 dan LPDP

Aku sebenarnya sudah lama ingin melanjutkan studi ke jenjang S2. Sejak lulus kuliah, keinginan itu tak pernah benar-benar hilang. Tapi waktu itu, aku merasa belum cukup “pantas”. Aku tidak punya ide tesis yang kuat, dan prestasiku selama kuliah pun biasa-biasa saja. Di sisi lain, tuntutan ekonomi membuatku harus memilih bekerja terlebih dahulu.

Aku menghabiskan sekitar 3,5 tahun bekerja di dunia perikanan. banyak pengalaman yang sudah ku dapatkan bahkan ide tesis, ku dapatkan dari pengalaman kerja. Pada akhirnya, aku memutuskan untuk berhenti. Setelah resign, aku sempat bekerja sebagai freelancer data entry selama Desember 2024 hingga Januari 2025. Namun begitu masuk bulan Februari, aku kembali menganggur.

Sampai akhirnya, tanggal 10 Februari 2025 pukul 01:04 dini hari, sebuah pesan masuk dari seorang teman namanya Wafa:
Awak mu daftar LPDP gak? enek jalur afirmasi gak perlu pakai TOEFL.

Saat itu, aku benar-benar belum tahu apa-apa tentang LPDP. Belum punya esai, belum punya surat rekomendasi, bahkan belum tahu alur pendaftarannya. Tapi malam itu, aku putuskan satu hal:
Aku akan kejar, apapun yang terjadi.

Aku mulai dari nol. Dalam waktu satu minggu, aku pelajari semua hal sendiri. Dari memahami persyaratan, menulis esai kontribusi dan rencana studi, hingga menyusun seluruh berkas. Semua kulakukan tanpa mentor, tanpa grup bimbingan, bahkan tanpa teman diskusi.

Satu-satunya partner-ku sepanjang proses ini adalah: ChatGPT.

Mulai dari menyusun kerangka esai, membuat simulasi wawancara, hingga belajar soal-soal tes skolastik, aku lakukan semua bersama GPT—si teman virtual yang setia menemani proses panikku.

Tantangan terberat waktu itu adalah mencari surat rekomendasi. Aku memberanikan diri menghubungi dosen pembimbing skripsiku. Untungnya, beliau sangat mendukung dan langsung bersedia membantu. Aku meminta surat rekomendasi tanggal 14 Februari, dan pada 15 Februari, surat itu sudah jadi. Tanpa banyak revisi, langsung aku rapikan seluruh berkas.

Akhirnya, aku berhasil submit pendaftaran LPDP pada 16 Februari pukul 01:05 dini hari, hanya beberapa jam sebelum penutupan pada tanggal 17. Rasanya lega, walaupun masih belum yakin akan sejauh mana ini akan berjalan.

Beberapa hari setelah submit, ada satu perubahan besar dalam diriku:
Aku mulai berani cerita ke banyak orang bahwa aku sedang mengejar S2.
Sesuatu yang dulu kupendam sendiri, sekarang aku mulai bagikan ke teman-teman dekatku. Rasanya seperti mengafirmasi niatku sendiri.

Lalu kabar baik datang: tanggal 7 Maret 2025, aku dinyatakan lolos seleksi administrasi (berkas).
Di titik itu, semuanya jadi terasa lebih nyata. Aku mulai fokus ke tahap selanjutnya: tes skolastik.

Namun di tengah semangat dan persiapan, datang sebuah ujian tak terduga. Tanggal 5 April, aku tiba-tiba harus opname di rumah sakit selama tiga hari.
Bukan penyakit berat memang, tapi itu pertama kalinya aku diinfus seumur hidup. Rasanya campur aduk—takut, bingung, tapi juga jadi momen refleksi. Aku merasa seperti diingatkan untuk benar-benar menjaga diri, karena perjuanganku belum selesai.

Beberapa minggu setelah keluar dari rumah sakit, aku mengikuti Tes Bakat Skolastik (TBS) pada 23 April 2025. Dengan persiapan belajar mandiri selama satu bulan, aku mengandalkan buku-buku CPNS, soal-soal dari internet, dan berbagai simulasi. Semua aku hadapi sendiri, dengan penuh keyakinan.

Tanggal 2 Mei, hasil TBS diumumkan. Aku mendapat skor 125, melewati passing grade 115 untuk jalur afirmasi. Aku bersyukur luar biasa.

Selanjutnya, aku mengikuti seleksi substansi (wawancara). Untuk mempersiapkan tahap ini, aku memutuskan berlangganan GPT Plus. Di sana, aku mulai “berdebat” dengan GPT tentang ide penelitianku—memastikan semuanya logis, terarah, dan masuk akal.

Seperti biasa, setelah merasa cukup yakin, aku memamerkan idenya ke pacarku. “Sayang, ini ide penelitianku. Aku udah merasa keren, tapi kok masih ada yang ganjil, ya?” Dari situ, aku dapat banyak masukan darinya—terutama soal batasan-batasan penelitian. Tentu saja, aku masih sempat mendebat masukannya juga, hehehe. Tapi setelah itu, aku kembali melanjutkan debat dengan GPT sampai aku benar-benar merasa mantap dengan rencana-rencanaku.

Aku tidak melakukan mock-up khusus untuk wawancara substansi LPDP. Bekalku hanyalah: aku tahu akan ada tiga orang yang mewawancarai, dan aku memahami dengan jelas apa rencana penelitianku serta apa yang ingin aku lakukan setelah lulus nanti.

Wawancara berlangsung pada tanggal 16 Mei. Semuanya terasa lancar. Pertanyaan-pertanyaan mengalir begitu saja, dan aku merasa bisa menyampaikan semua hal penting dengan jujur dan penuh keyakinan.Dan hari ini, aku hanya tinggal menunggu satu langkah terakhir.

Tanggal 19 Juni, membuktikan bahwa perjuangan ini berganti nama menjadi: 

Awardee LPDP 2025.


ini kopi ditraktir Putu biar semangat belajar TBS nya

Ini ibu guru Angel, orang yg aku ceritakan kalau aku mau lanjut S2 walau baru upload berkas 

ini pacar ku, dia yang paling mendukung aku

ini foto aku diinfus pertama kalinya

ini temenku Feli yang sudah jadi dosen, bertemu di rs. ya pastinya aku ceritakan juga aku mau lanjut S2. wkwkwkw


ini si Tri D, dia ulang tahun tapi tetap gua ceritain kalau gua mau S2 wkwkw


Komentar